Rabu, 28 Maret 2012

Kasus Kemiskinan di Indonesia

Masalah kemiskinan sepertinya belum benar-benar bisa lepas dari bumi Indonesia.
Tapi sebenarnya masalahnya bukan ini saja,mental bangsa kita yang lebih bahagia menjadi pengemis daripada dermawan membuat fenomena seperti ini tidak akan pernah bisa hilang.
Penyakit mental seperti ini bukan hanya menjangkit pada rakyat kecil saja.Lihat saja sudah berapa kali pemerintah kita minta bantuan IMF untuk menyelesaikan krisis ekonomi dalam negeri,belum lagi bantuan-bantuan dari pihak lain.
Yang lebih menggelikan lagi yang sekarang lagi menjangkit di negeri ini adalah banyaknya calon wakil rakyat kita yang ikut-ikutan menjadi pengemis.Mereka mengharapkan belas kasihan dari rakyat sebagai pemilihnya dengan cara apapun.Bahkan jika harus berperan sebagai manusia paling munafik di dunia pun mereka lakukan asal rakyat memilihnya untuk duduk di kursi empuk di DPR.
Jadi janganlah heran jika 100 tahun ke depan,kita masih melihat banyak pengemis yang antre minta sedekah di depan klenteng-klenteng ketika perayaan imlek,karena kenyataannya bangsa kita adalah bangsa pengemis atau kita yang memang tidak pernah memiliki kemauan untuk berubah jadi lebih baik.
Masalah kemiskinan menjadi isu sentral terutama setelah Indonesia dilanda krisis ekonomi memuncak pada periode 1997-1998. Kemiskinan juga merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan berbagai keadaan kehidupan. Meskipun kemiskinan yang paling parah terhadap keadaan berkembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region.
Di Negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan tuna wisma / gelandangan yang menempati daerah-daerah kumuh (skun area) di pinggiran kota. Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu dari kebutuhan dasar, baik makanan maupun bukan makanan. Standar ini disebut garis kemiskinan, yaitu nilai pengeluaran konsumsi kebutuhan dasar, ditambah nilai pengeluaran untuk kebutuhan dasar dan bukan makanan yang paling pokok. Kekeliruan yang sering kali adalah kemiskinan didefinisikan hanya sebagai fenomena ekonomi dalam arti rendahnya penghasilan / tidak memiliki mata pencaharian, kompenen alam yang tidak mendukung, misalnya tanah pertanian tidak subur, berkurangnya daerah serapan air serta komponen sosial yang berupa penduduk, tehnologi dan transportasi yang rendah.
Dalam pendekatan tentang keruangan dan perencanaan, bahwa faktor-faktor yang menguasai penyebaran dan bagaimanakah pola tersebut dapat diubah agar penyebaran lebih efisien dan lebih wajar (Bintarto; Surastopo, 1983:12). Analisis keruangan yang harus diperhatikan antara lain penyebaran penggunaan ruang yang telah ada dan penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang dirancang. Pendekatan tersebut memperoleh penguatan dalam GBHN 2000-2004 dan propenas 2001-2004, yaitu kajian kemiskinan dilakukan dengan pendekatan bahwa masyarakat memperoleh ruang utuk menentukan pilihan kegiatan yang paling sesuai bagi kemajuan diri mereka masing-masing. Upaya pembagunann perlu diarahkan pada penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kehidupan yang lebih baik, dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat dilakukan oleh setiap anggota masyarakat.
Busung Lapar, Cermin Kemiskinan Nasional

indonesia terkenal gemah ripah loh jinawi karta raharja. Namun, ungkapan itu rasanya patut dikaji ulang terkait meledaknya kasus busung lapar yang identik dengan kurang gizi. Nova Maulana (2) dilaporkan menderita busung lapar Anak dari pasangan Wito Parjo-Sulami, seorang buruh tani miskin yang tinggal di dukuh Ringindadi RT 04 RW 5 Jenggrik, Kedawung, Sragen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar